KEBAHAGIAAN SEJATI
KEBAHAGIAAN AHLI THORIIQOH
Disampaikan Oleh : Syechunal Kariim KH.Utsman Abidin
Pondok Pesantren Al – Markhamah, petamburan, Jakarta
Kepada para santri pengamal dan ahluth thoriiqoh
Tanggal : 20 O k t o b e r 1991 M
Robi’uts tsani 1412 H
Alangkah ni’mat merasa dekat dengan Alloh. Bahkan berbagai methode dan cara telah berkembang sebagai jalan menuju kesana. Terang saja, sejak diperkenalkan beberapa abad yang lalu, hingga kini Tasawwuf / Thoriiqoh tidak pernah sepi peminat.
Agak sulit melacak kapan tepatnya lahir jalan tasawwuf atau thoriiqoh / Tarekat. Namun berdasar dari beberapa keterangan dari narasumber, thoriiqoh ini telah lahir kira-kira sejak abad ke 3.
Menurut penyampaian dari narasumber, disampaikan bahwa ada sebuah pengalaman dari seorang Imam besar yaitu Imam Besar Ahli Sufi IMAM GHOZALI. Beliau suatu saat merasa bimbang dan gundah. Sebab diusianya yang masih begitu muda ; 35 tahun, ia terbilang sukses untuk ukuran saat itu. Karena penguasaannya yang diatas rata-rata terhadap ilmu pengetahuan, nama AL- GHOZALI menjadi tersohor. Ia dihormati, diberi kedudukan tinggi, dan bergelimang harta.Namun dengan itu semua Imam ghozali tidak menemukan hakekat dari apa yang sedang dijalaninya. Ia bahkan merasa diri jauh dari Alloh. Hal ini membuat dia risau, sampai-sampai untuk beberapa lama ia jatuh sakit, dan tak berhenti merenung-renung.
Perenungan Al-Ghozali akhirnya membuahkan hasil, seketika semangat hidupnya bergelora dan bangkit kembali. Suatu keputusan besar hendak dinyatakannya; yaitu mendalami tasawwuf / thoriiqoh dan memilih jalan sufi. Sejak saat itu tahun 1095 memulai perjalanan rohaninya. Ia menanggalkan segala atribut dan status sosialnya yang telah diraih.
Keputusan itu adalah penyelesaian masalah. Al-Ghozali sangat yakin akan hal tersebut. Seperti kemudian dijabarkan dalam IHYA’ ‘ULUMUDDIN, serta KASYIFATUL QULUB.Lebih jauh, di RISALAH AL-QUSYAIRIYAH dijelaskan, dalam diri manusia terdiri dari Tiga unsur ; yaitu : QOLBU, RUH, ASSIRU.
Jika seseorang berhasil mensucikan assiru atau lubuk hati, dia bisa bermusyahadah dengan Alloh. Dia akan mendapatkan kenikmatan diluar materi bahkan mencapai tingkatan Ma’rifat.
Tingkatan itu dapat dicapai melalui latihan-latihan ( Riyadloh ) lewat Maqomat-maqomat ( tahapan – tahapan )yang telah ditentukan. Apakah jalan tasawwuf baru akan disentuh setelah kegundahan dan kebimbangan demikian merisaukan ?. Dan apakah tingkat ma’rifat harus dijalani dengan menanggalkan “ Urusan keduniaan “ sama sekali ? tidak ! Kalau begitu, tidak bertanggung jawab namanya.
Padahal Al-Ghozali sendiri dalam kitabnya AZKIYA FII THORIIQIL AULIYA’ menjelaskan bahwa thoriiqoh itu dijalani tanpa mengabaikan tanggung jawab sosial. Thoriiqoh bisa ditekuni dengan leluasa, baik oleh awam, Pengusaha, maupun Penguasa.
Sesungguhnya, memang mendekat kepada Alloh bukanlah suatu pelarian. Tetapi menyerahkan diri secara total dan berusaha untuk dikasihi oleh Sang Pencipta ( Al-Kholiq ), adalah suatu sudut kerohanian yang bisa sangat manusiawi. Tentang metode atau maqomat-maqomatnya itu persoalan lain. Makanya, kemudian kelompok thoriiqoh tumbuh menjamur.
Satu hal, kesetiaan para pengikut thoriiqoh terhadap gurunya kemudian menarik perhatian banyak pihak. Dan akhirnya kelompok thoriiqoh pun bisa di perlukan untuk kepentingan – kepentingan tertentu, pemilu misalnya.
Thoriiqoh Qodiriyyah Naqsyabandiyyah yang hingga kini sangat populer di Indonesia , memang telah mengukir sejarah tersendiri. Selain dituding oleh kalangan Belanda, menjadi penggerak dan pemicu meletusnya pemberontakan Cilegon ( Banten) yang dipimpin oleh seorang Mursyid Thoriiqoh ini, yaitu guru kami yang Mulia Syeikh. KH. Musaddad Faqih Al-Bantani, sebagian besar Thoriiqoh yang tersebar dibanyak tempat di Indonesia , bergabung ke thoriiqoh Naqsyabandiyyah.
Selain berbentuk pertalian yang kokoh antara guru dan murid, Thoriiqoh ini juga mendapat dukungan kuat dari kalangan ulama yang pada umumnya melestarikan paham Ahlussunah wal jama’ah. Di kalangan inilah, di Indonesia Thoriiqoh Qodiriyyah dan Naqsyabandiyyah mendapat pijakan yang kokoh, bersamaan dengan proses penyebaran agama Islam di Nusantara.
Selain sumbangsihnya dalam membangkitkan semangat dan kesadaran masyarakat untuk melawan kolonial Belanda, thoriiqoh juga telah berkiprah besar dalam mengatasi banyak problem yang muncul dikalangan manusia moderen.
Dalam hal ini, thoriiqoh telah banyak memberikan banyak sumbangan dan memainkan banyak peran bagi kehidupan manusia masa kini. Tujuan pokoknya, yaitu untuk membentuk kepribadian manusia sholeh, merupakan tujuan yang tidak akan pernah basi sepanjang zaman.
Sebagaimana terlihat dari namanya, thoriiqoh/tarekat berarti suatu cara, sistem dan jalan untuk mencapai tujuan. Yaitu tujuan membentuk manusia yang bersih hati, mulia akhlaqnya dalam pandangan Alloh, dan bersih dari dosa-dosa.
Agar yang kita kerjakan / amal kita diterima oleh Alloh, maka ada orang yang membuat semacam tata cara tertentu. Misalnya apa yang harus dibaca dan bagaimana gerakannya. Cara-cara itu dilakukan untuk mencapai tingkat ketinggian atau kedewasaan. Pelaksanaannya disebut suluk, sedang yang mengerjakan disebut salik. Pelaksanaan dan pengamalan terekat merupakan satu praktek yang sangat baik.
Thoriiqoh menyebar dan berkembang meluas ke seluruh pelosok negeri yang dihuni orang-orang Islam saat negeri-negeri itu dalam suasana kehidupan yang lemah. Menurut Rois ‘am PB NU saat itu Guru kami yang mulia Syeikh KH. Utsman Abidin Pengasuh Pon Pes Al – Markhamah, Petamburan, Jakarta, yang juga Dewan penasehat Thoriiqoh Mu’tabaroh se Indonesia dan ketua Thoriiqoh se DKI, juga sebagi Nadhir lembaga pendidikan Islam yang bertolak kepada pengamal dan Ahli Thoriiqoh yaitu Yayasan Al-Mubarok, Al- Islam, Nurul Islam, serta Al-markhamah, kepada Roikhan ZA ( penulis ) saat masih belajar Thoriiqoh di Yayasan tersebut, beliau menyampaikan bahwa Thoriiqoh merupakan satu upaya mencapai tingkatan ikhsan.
Ikhsan , adalah peringkat tertinggi dalam manusia beragama, setelah Iman dan Islam. Beliau yang juga pendiri Ittihadul Muballighiin menerjemahkan ketiga tingkatan dalam Islam itu. Islam itu Syari’at bertingkah laku yang lahir.
Hal ini menyangkut hukum-hukum yang ditetapkan syari’at Islam, seperti yang diamalkan dan berlaku untuk umum seluruh pemeluk Islam. Sedangkan Iman, ini yang menyangkut keyakinan ( Aqidah ). Soal Iman ini tdk bisa dikontrol oleh orang lain, hanya dirinya sendirilah yang tahu. Sedangkan Ikhsan, lebih menekankan kepada soal hati. Bagaimana manusia dapat mempunyai hati yang bersih, jauh dari sifat takabur, dengki, Riya, dan sebagainya. Sifat-sifat hati inilah yang menjadi garapan Ikhsan. Sedang sebagai Imamnya Ikhsan ini adalah dinamakan Thoriiqoh.
Kata beliau juga, bahwa thoriiqoh bukan barang baru. Setiap orang yang beriman, mesti berusaha dalam hidupnya untuk dapat mencapai Ikhsan. Sayangnya orang sekarang kebanyakan hanya memikirkan Iman dan Islam saja, sementara Ikhsan tidak diperhatikan. Itulah sebabnya kita masih banyak menemukan sifat pemarah, masih mendengar orang mencela sana-sini, ketidak jujuran sikap, bertengkar antar orang, antar organisasi, bahkan antar partai. Ini semua berasal dari hati yang kotor, tidak ada ke Ikhlasan.
Thoriiqoh dapat dikatakan Mu’tabaroh ( Sah / Resmi ) bila memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat itu Pertama : Tidak boleh menyimpang dari dasar Qur’an. Kedua : Tidak menyimpang dari sunnah Rosul. Ketiga : Tidak keluar dari Ijma’ Ulama, Ru’yah Sholikhah atau ilham yang baik. Misalnya ada guru Thoriiqoh di ilhami oleh Alloh disuruh membaca “ ini dan Itu “ , maka akan diwajibkan kepada muridnya untk membacanya, meskipun tidak ada haditsnya. Tapi dzikir yang dilihat oleh gurunya dalam mimpinya itu tidak akan keluar dari Qur’an dan hadits, dia akan kesana berdasarkan Qur’an Hadits. Inilah yang dinamakan Thoriiqoh Mu’tabaroh.
Saat ini memang, sudah banyak yang sudah tidak mu’tabaroh lagi karena tidak memenuhi Syarat / kriteria seperti diatas tadi, bahkan banyak yang digolongkan sebagai thoriiqoh batal. Maka dengan sendirinya sudah tidak diakui lagi oleh Nahdlotul Ulama ( NU ) karena bukan Thoriiqoh asli AHLUSSUNAH WAL JAMA’AH .
Perbedaan thoriiqoh mu’tabaroh itu terletak pada cara Mursyid ( guru ) dalam melatih. Jadi, tergantung mursyid ini, melalui mimpi yang sholikhah dia membuat peraturan atau tatakrama yang berlainan yang dapat membawa muridnya menjadi orang sholeh, tidak sombong, dan ikhlas. Tapi tatakrama ini tidak keluar dari kriteria diatas. Demikian, lanjut beliau mengatakan.
Juga, seperti dalam fiqih, orang boleh ber ijtihad dan mengeluarkan fatwa dengan alasan dia sudah cukup mampu. Demikian pula dalam thoriiqoh.
Sebagai dampak dari kebijakan ini, banyak tumbuh thoriiqoh baru yang semuanya tidak lepas dari Qur’an dan Sunah Rasul, Ijma Ulama, dan ru’yat sholikhah dan tentu saja ISTIGHFAR. Karena thoriiqoh tidak pernah sepi atau berlibur dari ISTIGHFAR, DZIKIR KEPADA ALLOH, MEMBACA QUR’AN, BERSHOLAWAT KEPADA ROSUL, DAN MELAKSANAKAN SEMUA YANG WAJIB, MELAKSANAKAN SEMUA YANG SUNNAH, sehingga biasa dikatakan : “ KEBAIKAN BAGI ORANG BIASA, ITU KEJAHATAN BAGI AHLI THORIIQOH ”. Misalnya, jika kita tidak sholat sunat sebelum dan sesudah Dhuhur, itu tidak apa-apa. Tapi bagi pengamal thoriiqoh, itu durhaka besar. Dia berilmu, tapi tidak mengamalkan ilmunya. Karena pengamal thoriiqoh mempunyai amalan sunat yang tidak boleh ditinggalkan.
Ditulis kembali Oleh : Roikhan Zainal Arifin
Alumni Pondok Pesantren Al – Markhamah, Petamburan, Jakarta
Tanggal : 18 September 2004 M / 3 Sya’ban 1425 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar